Penggusuran Kampung Pasar Griya Sukarame, Antara Pembangunan dan Pelanggaran HAM

0
511

Bandar Lampung, buanainformasi.com – Persoalan agraria yang sampai hari ini menjadi sebuah persoalan yang seakan tidak ada habisnya, salah satunya penggusuran dengan dalih pembangunan.

Hal tersebutlah yang kini dirasakan warga Pasar Griya Jalan Pulau Sebesi Sukarame, Bandar Lampung sejak 2017 lalu hingga saat ini. Warga pasar griya pulau sebesi kembali mengalami teror penggusuran dari Pemerintah Kota Bandar Lampung yang berencana membangun Kantor Kejaksaan Negeri Bandar Lampung.

Dengan niat ikhlas untuk membantu Kampung yang bahkan menurut warga disana tidak diakui oleh negara ini, gabungan mahasiswa menggelar acara Focus Discusion Grup (FGD) di kampung griya dengan tema “Penggusuran diantara pembangunan & pelanggaran HAM”, Senin (7/5).

“Warga telah menempati kampung ini sejak tahun 2000 dan hingga kini terhitung sudah 18 tahun. Dan hingga kini sudah beberapa kali mendapat wacana akan dilakukan penggusuran pasar,”Ujar Kristin dari Liga Mahasiswa Nasional Demokrasi yang juga bertugas sebagai moderatur FGD.

Namun, lanjut Kristin, penggusuran yang terlihat itu disampaikan Pemkot melalui dinas perdagangan pada September 2017 dan sempat ingin dibangun pasar tradisional dan pemkot memberi garansi bahwa lahan tersebut tidak dapat dialihfungsikan, namun belakangan ini wacana kembali berubah di Januari 2018. Pemkot berencana akan membangun Kejaksaan Negeri di pemukiman tersebut.

“Pihak Pemkot juga telah mengeluarkan Surat Perintah bongkar pertama (SP1) pada tanggal 10 April 2018 atas nama Plt Walikota Bandar Lampung Yusuf Kohar dan ditandatangi Sekretari Daerah, Badri Tamim,”Sambungnya.

Sementara itu, Alian dari Lembaga Bantuan Hukum yang turut hadir dalam acara tersebut mengatakan, negara memiliki tanggung jawab untuk menjamin dan melindungi warga negaranya.

“Maka dari itu, ketika ada permasalahan penggusuran sepertini ini, saya dari LBH menyatakan ini adalah kesalahan negara, karena jaminan perlindungan terhadap warga negara selain tertuang dalam UUD 1945 juga ada di UU 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,”Ujar Alian.

Muad selaku tokoh yang dituakan dikampung griya mengatakan bahwa sebenarnya warga disini tidak ada niatan untuk mengkalim bahwa tanah yang mereka tempati adalah milik mereka, karena mereka sadar tanah yang mereka tempati adalah milik pemerintah.

“Kami hanya ingin berdiskusi dan bermusyawarah dengan pemerintah kota, karena kami ini bukan binatang yang bisa seenaknya digusur tanpa peduli mau kemana setelah ini,”lirih Muad, yang pada hari buruh kemarin sempat juga menyuarakan keluhannya kepada pemkot.

Seperti yang diketahui, pada tanggal 10 Mei 2018 rencananya pemkot akan mengadakan penggusuran di kampung pasar griya sukarame. (yoga)