LSM GMBI Unjuk Rasa Di Dinas Sosial Provinsi Lampung, Harapkan BPNT Sesuai Aturan

0
1310

Bandar Lampung, Penacakrawala.com – Unjuk Rasa LSM GMBI di Dinas Sosial dan Bulog Provinsi Lampung, terkait Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) yang dinilai merugikan Masyarakat bawah/fakir miskin. Rabu, 04 Desember 2019.

Sering terdengar dikalangan masyarakat bahwa BPNT ialah Program Presiden RI Joko Widodo, pada tahun 2016. Akan tetapi menurut Ali Mukhtamar selaku Ketua LSM GMBI Wilter Lampung mengatakan bahwa di lapangan terdapat carut marut pendistribusian BPNT berdasarkan hasil investigasinya.
“Di beberapa Kabupaten beras yang diterima masyarakat dengan harga yang sama dengan harga warung/pasar dengan harga Rp.8.500,- /Kg, dan Telur Rp.1.500,- /butir, sedangkan dana BPNT dari Pemerintah Rp.110.000,- /KPM (keluarga penerima manfaat). Setelah diperhitungkan di satu Kabupaten Pringsewu berjumlah 20.767 KPM x 31.500 x 3 bulan sehingga kerugian negara mencapai Rp.1.962.481.500,- yang di kelola oleh CV. Ratu Barokah terkait BPNT tersebut,” katanya.

Heryana Sekertaris Dinas Sosial menanggapi aksi unjuk rasa LSM GMBI tersebut dengan awak media.
“Unjuk rasa yang di lakukan oleh kawan kawan tadi adalah, menyampaikan Aspirasi permasalahan BPNT. Dan kami akan tindak lanjuti sesuai masalah ini ke Gubernur Lampung, supaya masalah ini segera di proses,” katanya.

Ali mukhtamar akan trus kawal masalah ini sampai masyarakat mendapatkan yang benar – benar penerima manfaat.

“Kami mengharapkan pihak bulog melakukan pengawasan langsung, karna kami menduga di seluruh Kabupaten ini bayak dugaan bahwasanya kualitas beras dan telur yang disampaikan oleh penyalur – penyalur tidak sesuai dengan tidak sesuai peraturan,” tuturnya.

Selanjutnya Ali M. meminta kepala bulog akan melakukan evaluasi ke bawah.
“Dalam waktu dekat mungkin akan kita Klarifikasi kembali kalau tidak ada tindak lanjut dan kita akan melakukan pergerakan terus menerus sampai tepat pada penerima manfaat,”pungkasnya.

Di ruangan yang berbeda Rafi Humas Bulog menyampaikan hasil dari aksi Unjuk Rasa LSM GMBI terkait masalah BPNT tersebut.

“Tadi sudah saya sampaikan juga bahwa tidak semuanya bisa kita jangkau informasi maupun masukan dari temen – temen, jadi hasilnya seperti ini, karna yang disampaikan dengan temen – temen tadi terkait BPNT, bukan program Bulog semata tapi ada program dari pemerintah setempat. Harapan kita untuk mengevaluasinya adalah bekerjasama dengan tim kordinasi Provinsi,” ucapnya.

Rafi menegaskan, jika ada yang menyalahi aturan terkait beras 10 Kg menjadi 8 Kg agar buat laporan ke kabid, agar bisa dilanjutkan dan di tembuskan dengan pihak provinsi.

“Kita tidak bisa menjangkau seluruhnya, kayak dari sini ke kotaagung, yang jauh – jauh atau segala macem, kita enggak bisa jauh – jauh memantau kesana. Jadi informasi dari temen – temen itu sebagai bahan evaluasi kita, kalau memang terbukti kita akan evaluasi meluncur kesana, apakah sudah benar. Trus tadi juga yang dibilang, kita itu pakai karungnya itu sudah ada label bulognya, karna bulog sebagai penyedia barang – barang yang kita keluarkan itu khusus beras ada label bulognya,” jelasnya.
Kalau detail ada atau tidaknya label bulog saya belum ngerti, tapi yang saya tau di bandar lampung itu enggak ada label bulognya kalau enggak salah karna saya lupa. Tapi kalau dari Kabupaten – Kabupaten itu semua dari sini, dan itu pakai label bulog semuanya.
“Nah, hal – hal yang seperti itu kan informasi untuk kita, kalau ada hal – hal seperti itu kita akan Crosschek, kalau tadi misalnya dari temen – temen bilang kok di bandar lampung enggak pakai lebel bulognya mungkin data kita belum masuk, mangkanya kita perlu croschek,” tuturnya.
Suplyer itu ada, jadi bulog itu sebagai penyedia, kita kekurangan personil untuk menjangkau yang lebih jauh, jadi mereka beli beras ke kita beras yang bulog di antarkan ke e-warung, tugas mereka hanya menyampaikan ke e-warung, jadi kalau tadi saya sampaikan, suplyer bulog bukan, kalau suplyer bulog mau enggak mau harus ada level bulognya.
Misalnya dari tanggamus ada 3 suplyer a, b dan c, dia ini kalau mau beli barang itu kordinasinya ada petugasnya, jadi bukan secara khusus menaungi.
“Jadi kalau di lapangan masih menemukan seperti itu, kita akan turun, suplyernya ini siapa, dia ngambil komoditinya di bulog atau enggak, kalau emang dia komoditi bulog, otomatis harus ada yang turun kesana. Kalau misalnya enggak ada lebel bulog ya pasti akan kita tindak lanjuti, kita tindak lanjuti bersama tim koordinasi Provinsi, nanti juga ada pihak – pihak penegak Hukum, kita laporan nanti temen – temen lah yang mengurusnya,” tutupnya. (Uud/Ajoi)