Kebiri Penjahat Seks, Cara Selamatkan Anak Indonesia?

0
909

ilustrasi-kekerasan-anak_663_382Buanainformasi.com – Anak Indonesia masih terancam. Kejahatan seks terhadap anak masih tinggi, bahkan cenderung meningkat. Harus ada efek jera bagi pelaku untuk menyelamatkan masa depan generasi bangsa.

Hukuman bagi para pelaku, saat ini dinilai kurang memberikan efek jera. Sehingga, masih saja banyak aksi kejahatan seks terhadap anak. Selain itu, penegakan hukum juga belum berpihak bagi korban.

“Karena penegak hukum, kalau mau menindaklanjuti harus ada alat bukti, visum. Lalu, alat kedua yaitu, saksi. Itu pun, saksinya harus ada dua orang. Bagaimana kejahatan seks mau ada saksi,” ujar Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, saat berbincang dengan VIVA.co.id, Rabu 3 Juni 2015.

Atas dasar itu, Komnas Perlindungan Anak mengusulkan revisi Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ke Dewan Perwakilan Rakyat. Salah satu poin yang diajukan, yakni pemberian hukuman kastrasi, atau kebiri kelamin bagi pelaku kejahatan seksual.

Undang-undang Perlindungan Anak Nomor 23 tahun 2002, di Pasal 81 menyebutkan, setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan, atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya, atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan paling singkat tiga tahun dan denda paling banyak Rp300 juta dan paling sedikit Rp60 juta.

Pasal 82 menyebutkan, setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan, atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan, atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan paling singkat tiga tahun dan denda paling banyak Rp300 juta dan paling sedikit Rp60 juta.

Hukuman itu, kata Arist, dirasa kurang memberikan efek jera. Untuk memutus mata rantai, perlu ada revisi pada undang-undang itu, khususnya pasal 81 dan 82. Hukuman harus diperberat bagi para pelaku kejahatan seks terhadap anak.

“Karena itu, kami usulkan perubahan, maksimal 15 tahun menjadi seumur hidup. Hukuman lima tahun jadi 20 tahun. Selain pidana, ditambah pemberatan hukuman yakni, kastrasi, atau kebiri,” ujar Arist.

Hukuman kebiri, diyakini Arist, dapat memberikan efek jera bagi penjahat seks terhadap anak. Hukuman kebiri juga diterapkan oleh sejumlah negara di antaranya, Korea Selatan, Polandia, Republik Ceko, Amerika Serikat, dan Jerman.

Ada dua macam hukuman kebiri yang diberlakukan untuk menghukum penjahat seks terhadap anak. Pertama, kebiri fisik. Kebiri ini dilakukan dengan cara mengamputasi alat kelamin pelaku. Kedua, kebiri kimia.

Kebiri ini dilakukan dengan cara memasukkan zat antiandrogin melalui pil, atau suntikan, yang dapat menekan hormon testoteron, sehingga akan mengurangi, atau menghilangkan hasrat seksual pelaku.

Kata Arist, hukuman kebiri yang diusulkan tidak dalam kerangka mematikan fungsi reproduksi organ vital pelaku, atau dengan cara mengamputasi alat kelamin. Melainkan, kebiri dengan cara disuntik menggunakan cairan kimia.

“Jadi, dia dimatikan sementara saja. Nanti, bisa berfungsi lagi, setelah masa hukumannya habis. Jadi, bedakan antara mematikan sementara, dengan tidak memungsikannya selamanya. Saya kira, tidak melanggar Hak Asasi Manusia,” ujar Arist.

Seperti apa teknisnya, Arist menyerahkan kepada tim dokter. Jika putusan tetap sudah ditetapkan pengadilan, tim dokter yang memiliki kewenangan mengeksekusi dengan menyuntikkan cairan kimia untuk mematikan hasrat seks pelaku.

“Revisi dan usulan hukuman kebiri ini mendapat dukungan yang sangat luas dari berbagai pihak. Ini juga sebagai respons dari masyarakat yang menilai kejahatan seks terhadap anak makin meningkat, sementara hukuman bagi pelaku masih sangat rendah,” kata Arist. (Sumber : Viva.co.id)